Selamat Datang!

Salam Blog ini berisi pengalaman atau perjalanan dimana kami terlibat atau ikut serta ketika ada acara di kantor atau acara sekitar keluarga. Hanya berbagai saja, barang kali ada manfaatnya bagi pembaca. Trimakasih GBU

Tuesday, October 10, 2006

Disappointed


I was disappointed because of the brother of my girlfriend. He's so angry with me when he saw I'm kissing her sister. I do not know why he had done it. In fact, our relationship have been about 1 year. I'm so disappointed. I'm s sorry. May be I have to leave her sister if he would apologize to me

Thursday, August 10, 2006

BUNDA MARIA DALAM KALENDER KATOLIK

BUNDA MARIA
DALAM KALENDER LITURGI KATOLIK

Oleh: Kasmirus Jumat, SMM*
(Dikutip dari Majalah Liturgi- Sumber dan Puncak Kehidupan Vol 17 – 2006, Mei – Juni) – Penerbit Komisi Liturgi KWI)

Penghormatan kepada Bunda Maria pada dasarnya sudah ada sejak zaman Gereja Perdana. Namun, karena suasana penganiayaan dan perlawanan yang kuta terhadap penyebaran agama Kristen pada masa itu tidak memungkinkan umat Gereja Perdana untuk memberikan penghormatan, seperti yang kita adakan dewasa ini. Namun, bagaimanapun juga, penghormatan kepada Bunda Maria sudah ada dalam liturgu, bahkan sejak sebelum Konsili Efesus.

Kita tahu bahwa para penulis besar dari abad pertama seperti St. Ignatius dari Antiokhia, St. Yustinus Martir, St. Ireneus, dan lain-lain telah menulis dan mengakui bahwa Maria adalah Perawan dan Bunda Allah. Setelah Konsili Nicea (325 CE), tulisan-tulisan tentang Bunda Maria semakin bekembang, bukan hanya di Gereja Timur melainkan jugadi Gereja Barat. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kontroversi tentang Kristus sebagai Allah yang secara tidak langsung berhubungan dengan Maria sebagai Bunda Allah.

Perkembangan akan cinta dan devosi kepada Kristus dan BundaNya memberikan Maria tempat yang istimewa dalam liturgi dan dalam hal ini semakin nyata setelah Konsili Efesus. Namun kapan persisnya devosi kepada Maria dimasukkan dalam liturgi Gereja, tidak dapat diketahui dengan pasti.

Dalam makalah ini, kami hanya membatasi pada perayaan-perayaan Maria dalam Liturgi Gereja Katolik Roma serta asal usul perayaan tersebut. Berbagai perayaan Maria dirayakan secara universal dan dicantumkan secara resmi dalam kalender Liturgi Gereja Katolik Roma. Perayaan-perayaan itu dibeda-bedakan sesuai tingkatnya, ada setingkat Hari Raya (Sollemnitas), Hari Pesta (Festum), dan Peringatan (Memoria). Hari-hari peringatan pun dibagi dalam kategori wajib, fakultatif, dan peringatan khusus.

Perayaan-perayaan yang setingkat Hari Raya (Sollemnitas)
Perayaan-perayaan setingkat Hari Raya (Sollemnitas) dirayakan seperti hari Minggu. Dalam ibadat Harian (Officium Diffinum), perayaan pada tingkat ini dimulai pada sore hari sebelum hari raya yang bersangkutan, yang dikenal dengan istilah Ibadat Sore Pertama. Dengan demikian, perayaan Ekaristi yang diadakan sore hari ini dapat menggantikan misa pada hari berikutnya.
Dalam Kalender Liturgi Gereja Katolik, terdapat empat perayaan Maria yang setingkat hari Raya.

1. Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah
Perayaan ini dirayakan pada tanggal 1 Januari. Pengakuan akan kebundaallahan Maria merupakan unsur sentral dalam penghormatan umat Katolik terhadap Bunda Maria. Dasar pengakuan ini terutama Kitab Suci yang menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan dari Santa Perawan Maria. Kalau kita mengakui Yesus sebagai Allah, maka kita pun mengakui Maria sebagai Bunda Allah.

Sekitar tahun 430, Nestorius memberikan ajaran bahwa Maria hanyalah Christotokos dan bukannya Theotokos. Dengan memberi gelar Christotokos, Nestorius mau mengatakan bahwa Yesus itu hanyalah Kristus, manusia yang terurapi dan bukan Allah. Dengan demikian, Maria hanyalah Bunda Kristus dan bukannya Bunda Allah. Ajaran sesat Nestorius terkenal dengan sebutan Nestorianisme. Aliran Nestorianisme ditentang keras oleh Konsili Efesus (431). Konsili menegaskan bahwa Maria itu Bunda Allah, Theotokos, karena dia melahirkan Allah.

2. Hari Raya Kabar Sukacita
Dasar biblis perayaan ini adalah kunjungan Malaikat Gabriel kepada Bunda Maria (Luk 1:26-38). Dalam kunjungan itu Malaikat Allah meminta kesediaan Maria untuk menjadi ibu bagi Putera Allah yang Mahatinggi. Peristiwa ini menjadi awal sejarah kekristenan dan atas kesediaan Maria, maka Allah menjelma menjadi manusia.
Santo Louis-Marie de Monfort (1673-1716) mengatakan bahwa Hari Raya Kabar Sukacita merupakan cikal bakal kehadiran Gereja. Bertitik tolak dari ajaran yang mengatakan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus dalamnya Yesus berperan sebagai kepalanya, St. Monfort berpandangan bahwa seorang ibu tidak mungkin hanya mengandung kepala tanpa tubuh.

Dengan demikian, penyerahan Gereja kepada Bunda maria, bukan dimulai pada peristiwa di kaki salib ketika murid yang dikasihi Yesus diserahkan kepada Maria dan sebaliknya (Yoh 19:25-27), melainkan pada saat Maria dipercayakan untuk mengandung Putera Allah (Luk1:28-38). Pesta ini dirayakan pada tanggal 25 Maret, tepat sembilan bulan sebelum kelahiran Yesus (Perayaan natal).

3. Hari Raya Santa Perawan Diangkat ke Surga
Perayaan ini jatuh pada tanggal 15 Agustus, berdasarkan dogma yang dikeluarkan oleh Pius XII tanggal 15 agustus 1950. Ini merupakan dogma yang paling banyak menimbulkan kontroversi. Keyakinan dan khotbah-khotbah tentang pengangkatan Bunda Maria ke surga sudah dimulai sejak abad ke-6. Namun sebagai dogma, baru dipromulgasikan oleh Paus Pius XII.

Gereja meyakini bahwa Bunda Maria, yang secara istimewa dipersiapkan Allah menjadi tempat kediaman PuteraNya, yang telah menjalani hidup dengan kesucian yang luar biasa, pada akhir hidupnya pasti mendapatkan keistimewaan dari Allah. Kalau sekedar mengatakan bahwa Maria dikandung secara istimewa, menjalani hidup secara istimewa dan mendapatkan pahala abadi secara istimewa, sebenarnya tidak mengalami kesulitan. Tetapi yang menjadi kontroversi adalah pernyataan bahwa Bunda Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan badan. Surga bukanlah locus, jadi bagaimana mungkin ada tempat untuk badan yang berbentuk materi?
Ajaran yang mengatakan bahwa Bunda Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan badan merupakan suatu ungkapan dan keyakinan iman. Manusia kehabisan kata-kata untuk bisa menjelaskan dan mengungkapkan penghormatan dan penghargaannya atas keistimewaan Maria itu.

4. Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda
Perayaan ini jatuh pada tanggal 8 Desember karena berdasarkan pada dogma yang dikeluarkan oleh Paus Pius IX tanggal 8 Desember 1854. Dikatakan bahwa Bunda Maria sejak dikandung ibunya, tidak ternoda oleh dosa asal. Hal ini merupakan berkat rahmat dan keistimewaan yang secara khusus diberikan Allah karena dia dipersiapkan untuk menyambut Sabda Allah yang menjelma.
Dalam Bula Ineffabilis Deus Paus Pius IX mendefinisikan dogma Maria dikandung Tanpa Noda demikian:
“Santa Perawan maria, sejak saat pertama ia dikandung, oleh rahmat dan karunia yang istimewa dari Allah yang Mahakuasa, demi jasa-jasa Yesus Kristus, penyelamat bangsa manusia, tetap terjaga, luput dari segala noda dosa asal”.
Gereja percaya bahwa Allah menyiapkan suatu wadah yang pantas, yang khusus dan tak bercela. Suatu tempat yang layak bagi kediaman PuteraNya. Dan Marialah yang dipilih Allah untuk menjadi wadah tersebut, sehingga sejak dikandung, Maria tidak terjangkit dosa asal.

Perayaan-Perayaan yang setingkat Hari Raya (Festum)

1. Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elizabeth
Pesta ini dirayakan untuk mengenang kunjungan Maria kepada saudaranya Elizabeth di Ain Karim. Ain Karim adalah sebuah kota di Yehuda (di sebelah barat Yerusalem) yang berjarak kira-kira 10 km dari Yerusalem dan menurut tradisi merupakan tempat tinggal keluarga Imam Zakaria. Maria tinggal di sana selama tiga bulan (bdk. Luk 1:39-56). Pesta ini dirayakan tanggal 31 Mei.

2. Pesta kelahiran Santa Perawan Maria
Kita tidak mempunyai informasi biblis dan historis tentang kapan dan di mana Bunda Maria dilahirkan. Penyebutan nama Yoakim dan Ana sebagai orangtuanya pun hanyalah berdasarkan tradisi dan Injil Apokrief (Apokrief adalah buku-buku yang sering kali penuh legenda dan merupakan jiplakan dari kitab-kitab asli yang termasuk Kitab Suci, biasanya dibubuhi nama seorang tokoh Perjanjian Lama atau seorang Rasul sebagai pengarangnya).

Perayan ini berawal dari tradisi Gereja Timur dan mulai berkembang di Gereja Barat sejak abad kelima. Hari kelahiran Bunda Maria dirayakan Gereja Katolik tanggal 8 Sepetember.

Perayaan-Perayaan yang setingkat Peringatan (Memoria)

1. Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Ratu
Setelah diangkat ke surga dengan jiwa dan badannya, Bunda Maria dinobatkan sebagai Ratu. Peringatan ini dirayakan tujuh hari setelah Hari Raya Bunda Maria diangkat ke Surga, yaitu tanggal 22 Agustus. Apakah Bala malaikat di surga memerlukan tujuh waktu hari untuk mempersiapkan upacara penobatan Maria sebagai Ratu? Ini juga merupakan ungkapan iman yang tidak bisa lagi dijelaskan secara logis dan kronologis. Gereja kehabisan kosa kata untuk mengungkapkan penghargaannya atas keistimewaan Bunda Maria.

2. Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Berdukacita
Kehidupan Bunda Maria tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Yesus. Setelah merayakan Pesta Salib Suci, Gereja memperingati kedukaan Maria yang antara lain karena penyaliban Puteranya. Maka peringatan ini dirayakan tanggal 15 September. Peringatan ini mulai dirayakan tahun 1668 dan ditetapkan sebagai perayaan untuk seluruh Gereja oleh Paus Pius VII tahun 1814 untuk mengenang penderitaan yang dialaminya dalam masa pembuangan di Prancis.
Peringatan Bunda Maria Berdukacita dikenal juga “Tujuh Kedukaan Maria”. Ada begitu banyak kejadian dalam kehidupan Bunda Maria yang menggambarkan penderitaannya, namun Gereja menyebut tujuh yang lazim, yaitu nubuat Simeon tentang suatu pedang yang akan menembus jiwanya, pengungsian ke Mesir, Yesus hilang di Bait Allah pada umur 12 tahun, Yesus ditangkap dan diadili, Yesus disalibkan dan wafat, Yesus diturunkan dari salib dan Yesus dimakamkan.

3. Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Ratu Rosario
Pada abad-abad pertama, peringatan maria selalu dikaitkan dengan kehidupan Bunda Maria, namun sejak abad ke-12 Gereja menambah perayaan Maria yang berkaitan dengan kejadian-kejadian tertentu dalam kehidupan menggereja. Misalnya Peringatan “Maria Ratu Rosario’ yang jatuh pada tanggal 7 Oktober. Peringatan ini dirayakan untuk mengenang kemenangan pasukan Katolik dalam perang Lepanto pada abad 15. Kemenangan ini diyakini karena umat berdoa rosario. Tahun 1571 Paus Pius V menetapkan peringatan ini sebagai perayaan syukur dan tahun 1716 Paus Clement XI menetapkannya sebagai perayaan untuk seluruh Gereja.

4. Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah

Persembahan Maria ke Kenisah juga tidak mempunyai informasi biblis, selain bersumber pada tradisi Injil Apokrief. Dalam hal ini Gereja boleh mengakui keunggulan Al Quran yang memberikan informasi agak yang agak memadai tentang masa kecil Maria (bdk. Q 4 atau Sura Al Imran dan Q19 atau Sura Al Maryam), termasuk persembahannya ke Kenisah. Peringatan Santa Perawan Maria dipersembahkan kepada Allah ini berawal dari tahun 543 untuk mengenang pemberkatan Gereja Bunda Maria di Yerusalem. Tahun 1585 perayaan ini dimasukkan dalam Kalender Liturgi Gereja Barat dan sekarang dirayakan sebagai pengakuan akan Bunda Maria yang merupakan kenisah di mana Allah (Putera) berdiam. Gereja merayakan peringatan ini tanggal 21 November.

Masih ada banyak peringatan lain yang dirayakan dalam liturgi Gereja Katolik baik yang bersifat fakultatif maupun secara khusus dirayakan oleh kelompok atau tarekat religius tertentu.
* Kasmirus Jumat, SMM, Imam biarawan Serikat Maria Monfortan, Studi Teologi Dogmatik, khususnya memperdalam Mariologi di Universitas Santo Thomas, Manila- Filipina

MY CURRICULUM VITAE

MY TRULY STORY

My name is PORMADI PATERNUS SIMBOLON, born on 09.08.1975 at PARSIROAN, a village in the parish of TIGALINGGA, arcdiocese of Medan, North Sumatra, Indonesia.

I’ve been born in a reallyy cahtolic family of farmers, of a sufficient economic condition. I received my first education at home from my birth untill 1988. At the age of 13 years I left my village and went to SIDIKALANG, where I lived at a boardinghouse of the parish of the town and studied at the junior high school there for three years (1988-1991).

Then I went ti the Minor Seminary at PEMATANG SIANTAR for the following four years (senior high school) from 1991-1995. There I asked to enter the novitiate of the Carnelites at Batu (East Java). I was accepted and entered there officially on 31 August 1995. There, too after two years of novitiate I made my first religious profession in the Order of Carmel at 10 August 1997. My solemn profession in the same Order I made at 15 August 2002 in the parish church of Sacred Heart in Malang, and on 27 February 2003 I was ordained deacon at the Cathedral of Malang.

I made my higher studies of Philosophy and Theology and got my degree of baccalaureate at the SCHOOL OF PHILOSOPHY AND THEOLOGY “WIDYA SASANA”, Jalan Terusan Rajabasa 2, MALANG. But after having finished my studies being a deacon solemly professed in the Indonesian Province of The Order of Our Lady of Mount Carmel, I left the Order. After being ordained deacon I’ve exercised for several months the office of deacon at the parish of KEPANJEN, diocese of Malang.

From the time I was at the Minor Seminary of Pematang Siantar, North Sumatra, after the time I left, I often asked permission to leave because I never felt really fully “the vocation for the religious life and the priesthood” and because of difficulty of celibacy.

First of all there there was a strong pressure of my parents to become a priest. At the Minor Seminary and at the monastery I was always given the counsel to try it again and my self I did not have enough courage to make a decision different from the strong desire of my parents and the counsel I received at th Seminary and the monastery. So my my motivation to enter the Order and to make my first and solemn profession was almost the same: I would try as good possible, but was always unsure and doubtful. There was no any real problem in leving the religious life, no difficulty about faith, but I was just afraid to stay and afraid to leave, especially because of the celibacy. I did my best, seriously. I understood well the meaning and the consequences, but I was always afraid of not being capable to live chastely. And I always have spoken about these questions with my formators, i.e. about my doubts with Fr. F.J.M. Kutschruiter and Fr. C. Verbeek, about the celibacy with Fr. Yulius Sudharnoto. Some months after having made my final vows on 15 August 2002 I’ve spoken with Fr. C. Verbeek about my doubts concerning my vocation and he gave me the counsel that I should not ask to be ordained deacon. But I felt rather sure for a moment and so I asked to be ordained deacon, what happened at 27 February 2003. Afterwards I asked to postpone priestly ordination for one year, but finally after some months I decided to leave (11 July 2003). I know that at time I signed the declaration that I was receiving the ordination of deacon with full knowledge and freedom, I was still doubting in my heart. After the ordination as deacon I spoke about my difficulties too with Fr. Thomas Gheta, the priest who was in charge of the parish where I assisted as deacon for several months. After leaving the monastery I did not exercise the ministry, but I have a job provide for my living. And after receiving dispensation I should like to marry.

The following persons can give testimony about my case:

Father Heribertus Heru Purwanto, O.Carm., provincial at the time;

Father F.J.M. Kutschruiter, O.Carm., my spiritual director;

Father Yulius Sudharnoto, the prior and magister studentium for the last two years;

Father Th. Gheta, parish priest of Kepanjen and

Father C. Verbeek, for several years spiritual director.

Jakarta, 6 Juni 2006

Monday, May 08, 2006

KELOMPOK PERUSAK DAN PEMBELA INDONESIA

KELOMPOK PERUSAK DAN PEMBELA INDONESIA
Secara garis besar, warga negara Indonesia pada jaman pasca reformasi dapat dibagi menjadi tiga kategori besar. Kelompok pertama adalah kemlompok front pembela Indonesia, kelompok kedua adalah kelompok perusak Indonesia. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok opprtunis Indonesia.
Front Pembela Indonesia
Kelompok front pembela Indonesia. Betapa banyak insan yang dapat disebut front pembela Indonesia. Di sini antara lain boleh disebutkan almarhum Nuscholish Madjid (Cak Nur), Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Azumardy Azra, Ulil Abshar Abda’la, Romo Franz Magnis-Suseno, Romo Benny Susetyo dan mereka-mereka yang berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Repunlik Indonesia (NKRI), Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Mereka sungguh-sungguh menghidupkan, memajukan dan melakukan penyadaran paham keindonesiaan yang hidup dalam kebersamaan.
Front Perusak Indonesia
Kelompok kedua yaitu kelompok fron perusan Indonesia. Mereka disebut perusak karena berusaha memecah-belah NKRI, mengganti Pancasila dengan paham agama tertentu dan UUD 1945 dengan hukum agama tertentu. Mereka seringkali berpura-pura Pancasilais, namun sebenarnya mereka bersembunyi di balik Pancasila demi memperjuangkan pahamnya yang sektarian, padahal mereka tidak memahami filosofi bangsa Indonesia. Berbagai contoh usaha mereka adalah memperalat SKB Menag dan Mendagri 1969 dan revisinya (No.8/9 Tahun 2006) untuk mempersulit pembangunan tempat beribadah atau untuk menutup rumah tempat ibadah. Mereka juga mendesak pengesahan Rencana Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi dan Peraturan Daerah tentang Pelacuran sebagai alat untuk menindas orang lain dan yang mungkin bisa mendapatkan keuntungan pribadi.
Kelompok Opportunis Indonesia
Kelompok ketiga adalah kelompok opportunis Indonesia. Kelompok ini merupakan insan-insan yang tidak peduli nasib Indonesia. Mereka tidak peduli nasib keindonesian, paham kebangsaan, Pancasila dan UUD 1945. Yang penting bagi mereka adalah mencari kesempatan untuk memperoleh keuntungan baik secara material maupun non material seperti mencari keuntungan bagi kelompok atau partainya. Mereka inilah yang kerap melakukan korupsi waktu, uang dan suara masyarakat. Bila mereka berada dalam kesulitan dalam mencapai tujuannya, mereka akan pandai menjadi bunglon, berganti rupa sesuai dengan pakaian kelompok yang mereka masuki. Mereka adalah insan-insan koruptor, mafia peradilan dan penindas rakyat.

Kelompok yang menjadi masalah bagi masa depan Indonesia adalah kelompok front perusak Indonesia dan kelompok opportunis Indonesia. Jika mereka tidak diberi pencerahan ditertibkan secara hukum maka bisa jadi Indonesia tidak akan maju dan selalu “dijajah” bangsa asing serta Indonesia akan hancur dan mati pelan-pelan.

Untuk menyelamatkan Indonesia, maka yang perlu jadi bahan permenungan bersama adalah mencari kebijaksanaan sejati tentang bagaimana Indonesia yang mejemuk (multikultural) bisa hidup bersama dalam damai sambil mengejar kesejahteraan bersama. Kebijaksanaan sejati itu adalah memahami dan membela nilai-nilai universal eksistensi kemanusiaan antara saya dengan orang lain. “Aku” dan “engkau” harus menjadi “kita” hidup bersama dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pormadi Simbolon, anggota front pembela Indonesia

INSAN-INSAN PEMBACA BUKU DIBUTUHKAN

INSAN-INSAN PEMBACA BUKU DIBUTUHKAN

Begitu banyak bacaan yang ada pada buku, internet, koran dan media cetak lainnya untuk dibaca, namun begitu banyak pula tidak sempat, malas atau tidak berminat membacanya dengan alasan masing-masing. Ketika hal ini terjadi, saat itulah dibutuhkan insa-insan yang rajin dan tekun membaca dan lalu membagi-bagikan pengetahuannya. Sebab tidak mungkin semua orang punya minat dan pergumulan yang sama.

*Catatan harian Pormadi Simbolon

Friday, April 28, 2006

KETIKA AKU MASIH FRATER KARMELIT...

KETIKA MASIH FRATER KARMELIT
REFLEKSI SEJARAH PANGGILAN

(Pormadi Simbolon, ketika masih frater Karmelit)


Refleksi sejarah hidup panggilan merupakan suatu pemaknaan pengalaman-pengalaman hidup sehingga diperoleh suatu makna nilai dan perkembangan suatu perjalanan hidup. Atas alasan pencapaian makna, nilai dan perkembangan tersebut, saya merefleksikan sejarah pengalaman hidup panggilan saya. Mulai dari pengalaman hidup dalam keluarga, masa sekolah hingga di seminari, masa novisiat, masa di Biara Titus Brandsma, masa tahun berpastoral, hingga pada masa persiapan kaul kekal sekarang ini.


I. PENGALAMAN DALAM KELUARGA ( 1975 - 1987)
Dipanggil dengan nama Pormadi, lahir sebagai anak kedua dari delapan bersaudara (7 pria dan satu perempuan), pada tanggal 09 Agustus 1975di Parsiroan, Sidikalang, Sumatera Utara. Dibesarkan dan dididik oleh ayah yang pernah mengenyam pendidikan di SMP Katolik St. Paulus Sidikalang bersama ibu yang pernah mengalami pendidikan Sekolah Rakyat di Pulau Samosir, Tanah Batak. Dengan latar belakang pendidikan demikian, tentu kedua orang tuaku memiliki keterbatas dan kelebihan tersendiri. Dengan ekonomi pas-pasan, kedua orang tuaku sanggup menyekolahkan kami semua anaknya, minimal pada jenjang sekolah SMU, baik pada sekolah swasta maupun Negeri. Itu sudah merupakan kebanggan tersendiri bagi kami di pedesaan dan jarang bisa dicapai oleh tetangga atau penduduk satu desa.

Di samping itu, kedua orang tuaku berperan aktif dalam kegiatan Gereja. Ayahku yang sudah almarhum aktif sebagai bendahara Kredit Union (Credit Union) ( CU sekarang sudah mati ditelan waktu) di paroki Tigalingga dan ia merangkap juga sebagai ketua Dewan Stasi di stasiku tentunya. Sedangkan ibuku aktif sebagai anggota kelompok koor para ibu-ibu Katolik (Punguan Ina Katolik, “PIK” sebutan di stasiku).


Selama saya masih duduk di bangku SD sampai dengan SMP, saya selalu dididik oleh orang tua, supaya rajin belajar, dan mengikuti segala peraturan termasuk ketaatan kepada pimpinan.
Alasannya, segala kebaikan yang saya peroleh adalah demi kebaikan saya juga dan keluarga. Demikian ayahku pernah memberi nasehat. Dengan kemapuan yang ada, saya dapa mengikuti kegiatan belajar dengan lancar dan hasilnya pun lebih dari cukup serta belum pernah tinggal kelas. Itu semua berkat didikan dan nasehat kedua orang tuaku yang selalu rajin mencari nafkah untuk kami anak-anaknya supaya bisa beresekolah dengan baik.


Meskipun demikian, ayah ibuku mempunyai keterbatasan-keterbatasan, baik latar belakang pendidikan untuk anak-anak, pengalaman, dan keterbatasan pengetahuan. Itulah yang mungkin yang membuat perkembangan pribadiku secara psikososio-spiritual berlangsung secara lambat.


Selain itu, saya mempunyai sifat minder atau takut tampil di depan umum. Kenyataan ini diperteguh ketika saya pernah bertanya tentang suasana psikologis ibuku tatkala saya masih dalam kandungannya. Ibu saya mengaku bahwa ia merasa terlalu sepat mengandung saya. Sementara anak kedua (usia ira-kira 2 tahun) sedang meninggal dunia. Saya merasa malu, takut ke luar rumah, takut ditolak publik.


Demikian pengakuan ibuku. Pengalaman ibuku yang tercinta demikian ternyata turun kepada saya hingga saya beranjak menuju dewasa, yang baru saya sadari dan pahami pada usia kira-kira 25 tahun. Suatu perkembangan kepribadian yang lambat. Masa duduk di bangku sekolah SD merupakan masa yang indah. Segalanya berlangsung dengan bebas.Saya sering kali dengan polos meminta kebutuhan atau keinginan dan cita-cita berdasarkan alasan senang tidaknya atau cocok tidaknya sesuatu itu pada kita. Suatu ketika dengan polos saya mengajukan keinginan atau cita-cita saya yaitu mau menjadi pastor, seperti pastor Angel (sebutan untuk Pastor Supratigna). Ketertarikan saya berawal dari peristiwa khusus pada saat saya duduk di kelas VI SD. Sekali peristiwa Pastor Angel dengan chevrolet khasnya sedang pulang dari Stasi lain yang dekat dengan stasi kami, berpapasan dengan kami anak-anak yang pulang dari sekolah. Saya dengan polos dan yakin bahwa pastor itu begitu baik, maka saya berani menghentikan mobil pastor tersebut. Ternyata pastor tersebut tidak marah malahan menyuruh kami naik ke mobilnya. Saya sendiri sangat senang dan bangga. Di dalam mobil saya terkagum-kagum dengan jubah coklat romo yang lengkap tanpa mantol menumbuhkan niat dan panggilan mau menjadi seperti dia.


Akhirnya niat dan cita-citaku yang polos itu dikabulkan orang tua. Mereka malahan sangat senang.
Yang saya ingat tentang niat saya mau menjadi pastor adalah karena kebaikan pastor, ramah dan jubah coklat yang seperti “superman”. Hati orang tua yang sangat positif menanggapi niat saya itu memutuskan bahwa saya sebaiknya bersekolah di SMP St. Paulus Sidikalang dan tinggal di Asrama Marianum (sekarang hampir lenyap) yang dikelola oleh para biarawan Karmelit.


II. MASA SEKOLAH HINGGA DI SEMINARI (1982 - 1995)


Dengan melanjutkan pendidikan di SMP Katolik tersebut, saya dapat menyelesaikan pendidikan dengan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, di asrama, semua anak-anak sekolah mendapat pendidikan plus selain pendidikan formal di SMP. Saya mendapat pendidikan bagaimana hidup teratus, berdisiplin, dan pembinaan hidup rohani yang diberikan dua kali seminggu. Kami dilatih menjadi misdinar di gereja paroki. Kami dilatih mengatur kebersihan rumah, kamar mandi dan WC, selain membersihkan kebun asrama yang ditanami buah-buahan dan sayur-sayuran..


Pembinaan rohani diperkaya dengan bacaan Kitab Suci, buku-buku dan majalah rohani yang disediakan di oleh pembina asrama. Di asrama saya memperoleh pendidikan yang sangat berarti untuk hidup saya selanjutnya. Lama waktu tak berlalu, saya sudah duduk di kelas III SMP, pengumuman testing masuk seminari dari Pematang Siantar, sebagai seleksi penerimaan calon-calon imam sudah beredar ke paroki-paroki dan sekolah-sekolah Katolik yang ada di Sumatera-Utara. Saya pun tertarik mengikutinya.

Ketertarikan saya pada masa SD diperkaya lagi dengan image bahwa para seminaris itu orang-orang yang pintar, terutama dalam beberapa bahasa asing. Hal ini saya saksikan ketika para seminaris terdahulu, selalu seinggah di asrama kami. Saya mendengar pembicaraan dan penampilan mereka menunjukkan citra sebagai orang-orang pintar dan mempunyai intelektual yang bermutu. Saya semakin tertarik dan memutuskan mengikuti testing. Hanya dengan motif mau menjadi seperti pastor Angel, dan seperti para seminaris yang pintar dalam ilmu dan bahasa asing.


Dalam pikiranku juga timbul, sekiranya pun saya dikeluarkan dari seminari, saya mempunyai bekal yang jarang dimiliki seperti sekolah-sekolah di luar seminari pada waktu itu. Hal ini diyakinkan dengan banyaknya para mantan seminaris berhasil di Jakarta dan di luar negeri. Semua calon seminaris ditest dalam hal wawancara, pengetahuan umum, IQ dan lain sebagainya.

Pada minggu-minggu seusai testing, saya selau menantikan pengumuan hasil test. Saya rasanya tidak sabar memumggunya. Saya selalu bertanya pada ayah ketika pulang dari kerja di CU di pastoran paroki, apakah pengumuan hasil test sudah datang dari Seminari. Kesabaran pun mulai hilang ditelan waktu. Tiba-tiba pada minggu-minggu setelah penumuman lulusan SMP, pengumuman hasil test masuk Seminari pun disampaikan ayah kepada sya dengan gembira. Saya yakin hasilnya pasti berita baik.


Dugaanku ternyata benar, ayah dan saya sendiri pun sangat senang, bahwa saya diterima dan akan didaftarkan ulang ke Seminari di Pematang Siantar, kota pendidikan Sumatera Utara. Sekolah di Seminari merupakan masa yang menyenangkan. Selain karena cita-cita masuk SMA Seminari Menengah terkabul, saya dapat menikmati berbagai sarana pengembangan bakat dan memperoleh ilmu dan mempelajari bahasa asing. Aku bisa menikmati berbagai macam kegiatan olah raga. Aku bisa mengembangkan bakat menulis dan berpidato. Prestasiku juga cukup bagus, karena dapat memperoleh 6 besar dari tiga kelas tiap angkatan yang ada.


Pendidikan di seminari saya jakani dalam empat tahun, karena tahun pertama merupakan tahun percobaan (probatorium), kemudian memasuki masa seperti kelas-kelas pada SMA umumnya. Pada tahun keempat, tahun terakhir, para seminaris diperkenankan menentukan pilihannya dalam memilih ordo atau kongregasi , tempat pendidikan selanjutnya menjadi imam kelak.


Saya memilih Ordo Karmel. Alasan saya sederhana saja, selain karena persaudaraan dan meditasi yang berkesan bagiku, serta keramahan-keramahan para romo dan frater pastoral waktu itu, juga karena pastor paroki digembalakan oleh para pastor dari Karmelit. Motivasi saya tidak jauh berubah yaitu untuk mendapat ilmu dan belajar banyak bahasa asing serta pengembangan kepribadianku. Aku yakin seandainya saya pun dikeluarkan, aku sudah punya bekal untuk mandiri menjalani hidup sebagai umat Katolik sekaligus sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

Soal panggilan hidup bagi saya, tidak saya pikirkan secara sungguh-sungguh. Yang ada dalam pikiranku adalah saya harus belajar banyak untuk mengembangkan diriku.


III. MASA NOVISIAT ( 1995 - 1997)


Dengan alasan ketertarikan persaudaraan, meditasi dan keramahan para biarawan Karmelit, saya diterima masuk novisiat Karmel pada tahun 1995. Saya pun bangga karena bisa mengalami, mendengar, mengamati banyak hal di tempat pendidikan Karmel di Jawa Timur, yang jauh dari tanah kelahiranku, Sumatera Utara. Saya bertemu dengan konfrater yang berasal dari berbagai tempat di Jawa, di samping yang dari Sumut.


Pada masa novisiat, saya mengalami pembinaan ketat dari magister. Ada banyak saat hening, berdoa, koreksi persaudaraan, rekreasi, tidak boleh keluar dari pekarangan biara selama kira-kira 3 bulan pertama. Dalam ruang yang bagaikan “penjara kudus” demikian, saya disadarkan akan hal-hal yang menarik yaitu : suasana hening dan tenang, serta persaudaraan. Yang tidak menariknya adalah tidak boleh berkomunikasi dengan lluar biara, kekeringan dan sempat menimbulkan niat untuk keluar dari biara. Apalagi ditambah dengan magister yang gonta-ganti selama tiga kali saya alami. Saya pernah bimbingan dan mulai goncang serta ragu-ragu, rasanya hidup ini menjadi hampa bila begini terus, tidak berbuat sesuatu yang produktif.


Namun suasana yang variatif dengan kuliah di STFT pada tahun kedua, mengalihkan kekeringan sedikit demi sedikit. Soal panggilan, pendirian saya juga belum begitu mendalam dan murni. Saya berada di biara untuk menjadi pastor, dengan menerima pembinaan. Titik. Belum ada refleksi yang mendarat di batinku. Rasanya semua yang saya terima di novisiat tidak mendara secara mendalam.


Meskipun demikian, hasil voting dari para formator baik terhadap saya, namun dalam diri saya masih belum at home dengan pilihan di biara. Suatu pemikiran untuk keluar dari Karmel dan akan melanjutkan kuliah di Yogyakarta pernah timbul dalam diriku. Namun niat itu, tidak dapat saya wujudkan karena menurut formator pembimbing saya, cobalah dulu bertahan, karena kamu masih kira-kira dua tahun di sini. Suatu saat kamu memahami semua pengalaman di novisiat ini. Hal itu membuat saya bertahan dan dperkenankan mengucapkan kaul perdana pada tanggal 10 Agustus 1997 dan berpindah tempat di Biara Karmel Titus Brandsma di Malang.


IV. MASA DI BIARA TITUS BRANDSMA MALANG (1997 - 2000)


Jenjang baru dalam hidup membiara saya masuki.. Kehidupan biara di biara Titus Brandsma agak berbeda dengan masa novisiat di Batu. Kebebasan dalam banyak hal lebih longgar, seperti berkomunikasi dengan umat atau luar biara lebih banyak. Kegiatan di luar biara sudah ditentukan bagi setiap frater. Demikian pula, kegiatan kuliah di STFT berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Keduanya baik biara maupun kampus, mensyaratkan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi.


Di tengah kesibukan demikian, kadang-kadang ada saatnya saya bosan dan kadang senang. Saya berpendirian bahwa frater harus menjalankan segala acara biara dan pemenuhan tuntutan STFT secara baik. Kebosanan muncul karena saya tidak menikmati dan merefleksikan segala pengalaman atau acara rumah dan STFT. Itulah sebabnya kegelisahan selalu meliputi diriku. Mengapa saya bosan dan gelisah ? Pertanyaan ini selalu kujawab dalam buku harianku.

Jawabannya selalu karena saya tidak at home dengan diriku dan segala kegelisahannya. Saya merasa tidak terlibat atau kurang mendapat perhatian tentang hal panggilanku, bahkan seperti tidak diorangkan di biara. Bila saya renungkan .... saya tidak merasa at home dan tidak terlibat dengan kehidupan di biara itu karena afeksi dasar saya belum terpenuhi dan tergarap.Afeksi itu adalah perasaan takut ditolak, tidak diperhitungkan, merasa tidak diorangkan.


Saya kadang berpikir... semuanya akan berlalu begitu saja. Itulah jalan penghiburan bagi saya untuk mengobati kegelisahan dan ketidak-at-home-an saya. Meskipun tidak athome dan masih gelisah selama kurang lebih tiga tahun, saya dapat menyelesaikan dan memenuhi tuntutan rumah dan STFT. Hal ini terbukti dari pengujian waktu dan penilaian para formator.
Tentu semuanya karena niat saya mau menjadi pastor masih ada dan patut diperhitungkan. Akhirnya, saya diperkenankan memasuki masa tahun berpastoral.


V. MASA TAHUN BERPASTORAL (2000 - 2001)


Bekal dari STFT menjadi bekal untuk saya dalam melakukan kegiatan pastoral sebagai bentuk kuliah kerja nyata. Meskipun ada bekal dari STFT, kekwatiran-kekwatiran muncul dalam diriku. Apakah saya sanggup dan pantas menjadi pelaksana tugas pastoral ? Apakah saya akan diterima oleh umat nantinya ? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul akibat dari afeksi dasar saya yang masih belum tergarap dengan baik. Takut tidak diterima dan takut dipermalukan itulah yang menjadi dasar kekwatiranku. Meskipun persoalan tersebut meliputi diriku, masa berpastoral tetap saya jalani dengan berangkat ke sebuah paroki, Perdagangan di Sumut.


Pada bulan-bulan awal, saya hanya bisa mengamati dan mempelajari kegiatan-kegiatan pastoral yang sedang berlangsung di paroki tersebut.Namun saya tidak selamanya hanya menjadi pengamat. Dengan berani saya meminta sebuah stasi semacam proyek khusus untuk berpastoral, di samping harus melakukan pelayanan sabda juga ke stasi-stasi maupun stasi paroki pusat. Di stasi khusus yang diberikan pastor paroki menjadi semacam proyek, saya berinisiatif mengembangkan kehidupan rohani umat baik ASMIKA, MUDIKA dan umat secara keseluruhan. Saya mengajukan program yang saya buat semampu saya. Kehidupan masa pastoral pun dapat saya laksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati STFT dengan pastor paroki.


Di tengah rutinitas kegiatan berpastoral, saya menyediakan waktu untuk berrefleksi tentang segala hal yang saya lakukan. Khususnya segala hal yang berkaitan dengan panggilan hidup yang sedang saya jalani. Saya merenung seusai perayaan Ekaristi atau sesudah ibadat bersama dengan anggota komunitas pastoran paroki. Hasil refleksi menunjukkan bahwa kekwatiran saya sebelum terjun berpastoral selama ini terlalu cepat ditakutkan, padahal tidak demikian. Semua yang ditugaskan, dapat saya pertanggungjawabkan. Memang ada tantangan dan hambatan baik berasal dari dalam diri maupun dari luar diri saya yaitu afeksi dasar dan ketidakcocokan dengan esebagian umat.. Menyadari bahwa kekwatiran dan kegelisahan (baca : afeksi dasar), saya seringkali merasa malu dan takut (demam panggung) setiap kali sebelum tampil membawakan kothbah maupun memimpin retret. Ketakutan-ketakutan ini membuat saya gelisah. Meskipun takut dan gelisah, tetapi saya tidak berhenti di situ. Saya tetap melaksanakan tugas dan peran yang harus saya penuhi. Pada akhirnya saya merasa lega karena dapat melaksanakan dengan cukup baik menurut saya.


Akhirnya, seluruh tuntutan masa berpastoral dapat saya penuhi sesuai dengan peraturan yang ada. Hal yang membuat saya bertahan adlalah adanya niat untuk menjadi pastor di dalam diri saya. Meskipun motivasinya tidak saya garap secara mendalam apakah sudah murni (ideal) atau tidak. Mungkin itulah yang membuat saya tetap mempunyai kegelisahan dan tidak at home dengan diri saya. Niat menjadi pastor menggerakkan saya untuk melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan diri saya serta kuliah selanjutnya (program magister di STFT).

VI. MASA PERSIAPAN KAUL KEKAL (2001 - SEKARANG)


Masa tahun berpastoral akhirnya selesai dan dinyatakan lulus. Saya senang karena peluang besar dari niat untuk menjadi pastor dalam diri saya mungkin akan terkabulkan. Pada akhir bulan Juni menjelang awal bulan Juli, saya harus pulang ke rumah pendidikan di Malang. Saya bersama konfrater seangkatan berpastoral, berangkat menuju rumah pendidikan baru, yaitu rumah pendidikan di Talang 5. Saya mempunyai kekwatiran pula dengan tempat baru dan jenjang baru.


Namun di tempat baru, tempat masa persiapan kaul kekal, saya menemukan suasana relaks, santai, dewasa, bertanggung jawab ditambah lagi dengan prior baru yang baru pulang dari Pilipina. Persiapan kaul kekal diawali dengan program retret tahunan yang wajib bagi setiap kaum religius. Saya bersama konfrater post-pastoral digabungkan dengan para konfrater pra-pastoral untuk mengadakan retret di Tumpang, Ngadireso. Retret yang dibimbing oleh prior baru Talang 5, sungguh berkesan dan membuka wawasan baru baik bagi frater post-pastoral maupun bagi pra-pastoral. Hal ini terungkap dari kesan dan pesan para frater seusai retret. Retret kali ini sungguh menyadarkan semua frater akan pentingnya penggarapan dan refleksi tentang pengaruh pengalaman hidup masa lampau dalam kaitannya dengan perkembangan panggilan hidup masa sekarang.


Bagi saya pribadi, retret tersebut merupakan retret yang paling menyentuh dan mendarat dalam diri saya. Tema retret tersebut adalah mengenai refleksi pengalaman masa lampau yang mempunyai kaitan dengan hidup panggila pada masa kini. Di sinilah, mata hati dan pikiranku melihat mengapa kelemahan yaitu penakut dan peminder masih tetap bercokol dalam diri saya. Kelemahan saya tersebut menunjukkan adanya afeksi dasar yang seringkali sadar atau tidak membuat saya takut dan minder.. Hal inilah yang menuntut penggarapan secara sehat. Menurut romo pembimbing pada waktu itu, afeksi dasar terjadi karena adanya luka batin, cacat pusaka atau perbudakan masa lampau dalam diri setiap orang. Afeksi dasar ini bersifat instinctive unconscious.Sekarang tujuan yang mau dicapai adalah penyadran akan afeksi dasar yang terungkap dalam kebutuhan-kebutuhan egoistis. Dengan kata lain setiap orang harus melakukan pembebasan dari masa perbudakan masa lampau. Tema retret tersebut, hingga sekarang masih relevan dan bahan refleksi untuk saya.

Refleksi saya menunjukkan bahwa afeksi dasar saya adalah takut ditolak, takut dipermalukan dan takut diejek. Penemuan afeksi dasar ini berlangsung lama, berawal dari retret awla persiapan kaul kekal hingga sekarang semakin jelas. Singkatnya, retret awal tersebut menjadi titik berangkat menuju perkembangan yang cepat menuju persiapan kaul kekal dengan rekoleksi pada bulan-bulan selanjutnya. Program rekoleksi pada bulan-bulan berikutnya, merupakan lanjutan dari tema retret awal tersebut. Rekoleksi bulan tersebut membuat saya semakin mengerti dan mengenal diri saya. Hal. Ini didukung dengan sangat relevannya tema-tema dalam rekoleksi bulanan selanjutnya.


Tema-tema tersebut berkisar tentang integritas diri personal yaitu tentang biopsikososiospiritual. Tema-tema tersebut adalah : social self dan keluarga, kemurnian dan seksualitas, personal self dan woundedness, ketaatan, transcendent self, persahabatan dan kemiskinan. Rekoleksi bulanan tersebut sangat menyentuh dan menyenangkan karena metodenya bersifat aktif-partisipatif dan dengan tempat rekoleksi yang bervariasi. pula. Dengan persiapan kaul kekal tersebut, hingga kini, saya semakin mengenal diriku. Aku menyadari adanya dua sisi dalam diriku, yaitu sisi gelap dan terang. Sisi gelap saya adalah takut ditolak, dan kehidupan seksual yang menggebu-gebu. Sisi terangnya adalah segala yang saya miliki yang kelak bisa saya sumbangkan demi pembangunan Gereja dan penyelamatan dunia. Motivasi awal untuk menjadi imam, perlu direfleksikan dan dipikir ulang.


Akhirnya saya melihat bahwa motivasi saya pelan-pelan berubah menjadi : mau menjadi imam bukan untuk pemenuhan egoistis saya tetapi mau hidup mengikuti Kristus secara khusus dan mengambil bagian dalam visi dan misi Kristus yaitu membangun Kerajaan Allah, melayani Gereja dan demi penyelamatan dunia. Dengan persiapan kaul kekal, saya semakin yakin dan tidak menyesal masuk menjadi calon imam yang hidup secara Karmelit. Alasannya, semangat hidup Karmelit sangat tepat karena semangat hidup kontemplatifnya sangat relevan dan penting karena akan membuahkan madu-madu rohani kehidupan yang bermutu di samping membuahkan pelayanan pastoral umat yang bermutu dan mendalam.

Akhirnya saya menyimpulkan, bahwa Tuhan Yesus Kristus menjaga dan memelihara beinh panggilan yang ada dalam diriku. Satu yang belum saya dapatkan adalah pengalaman akan Allah yang sungguh-sungguh mengubah dan menggerakkan dinamika hidup panggilanku untuk seumur hidup. Tuhan berilah aku pengalaman akan Dikau. Amin.


.......bersambung hingga aku keluar dari frater pada tanggal 13 Juli 2003


cerita bagaimana saya keluar dari diakon Karmelit akan kukisahkan lagi....

Wednesday, April 26, 2006

SIAPAKAH AKU?


SIAPAKAH AKU?

Keluarga

Saya lahir pada tanggal 09 Agustus 1975 di Barisan Gereja, tepatnya jalan Tigabaru-tigalingga desa Bukit Tinggi, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Sidikalang-Dairi, dari pasangan Sahat Halomoan Simbolon (+ 2003) dan Kamaria boru Naibaho. Saya anak kedua dari 8 bersaudara. Kami terdiri dari 7 cowok dan 1 cewek.


Kami berdelapan adalah:

  • Marolop Martinus Simbolon, Siborong-borong, Sumut (sudah berkeluarga)
  • Pormadi Paternus Simbolon (Jakarta)
  • Johannes Kombinasi Simbolon (Medan) (sudah berkeluarga)
  • Parlindungan Petrus Simbolon (Siborong-borong)
  • Marasi Korban Simbolon (Barisan Gereja)
  • Rimpuan Hadrianus Simbolon (Barisan Gereja)
  • Kristina Natalia boru Simbolon (Medan)
  • Altur Simbolon (Barisan Gereja)

Ekonomi keluargaku adalah ekonomi pas-pasan. Maklum ayah ibu saya hanyalah bermata pencaharian dari pertanian, seperti kopi, jagung, vanille, kacang tanah, durian, dan tanaman lainnya. Kedua orang tua kami berusaha menyekolahkan kami setinggi mereka mampu.

Kedua orang tua sangat mencintai kami dan mendidik kami dalam lingkungan beriman Katolik. Keluarga kami hidup damai dan religius. Sebab ayah kami adalah pengurus gereja dan ibu kami adalah aktivis di Gereja kampung kami.

Semasa kecil, kami cowok bertujuh sering berantem, namun hingga sekarang persaudaraan kami tetap erat dan sejati. Falsafah Batak yaitu “Dalihan Na Tolu” (Tungku Nan Tiga) tetap mendarah daging dalam hidup kami.

Pendidikan

Sekolah Dasar atau SD (1981-1988)
Saya mengecap pendidikan dasar di SD Negeri Inpres Parsiroan, desa Bukit Tinggi. Setiap hari saya harus jalan kaki pergi-pulang sepanjang 3 kilometer. Masa ini merupakan masa indah dan penuh permainan dengan teman-teman sebaya di rumah, sekolah dan gereja.

Sekolah Menengah Pertama atau SMP (1988-1991)
Pendidikan SMP saya jalani di SMP Katolik Santo Paulus Sidikalang. Sejak tamat SD saya mengikuti abang / kakak saya melanjutkan pendidikan di Sidikalang. Saya dengan kakak tinggal di Asrama Putera Katolik di ibu kota kabupaten Dariri tersebut. Masa SMP juga merupakan masa indah bagiku. Maklumlah... masa puber... dan juga sering kali mengalami jatuh cinta monyet.

Menjelang tahun kelulusan, saya mendapat pengumunan test untuk masuk sekolah calon pastor dari pastor paroki saya. Saya mendaftar dan memenuhi urusan administrasi. Test diadakan tiga gelombang. Tiap gelombang ternya diikuti ratusan orang. Saya sudah sempat ragu bahwa saya tidak dapat bersaing dengan teman-teman yang berasal dari seluruh penjuru kota Sumatera Utara yang mengikuti test. Testnya mulai dari pengetahuan umum, bahasa Indonesia, Matematika, Inggeris, psikologi, wawancara dan test IQ.

Namun setelah mengikuti test, ternya saya lulus dengan hasil test yang memuaskan dan akhirnya niat saya untuk menjalani pendidikan SMA terkabul. Syukur Kepada Allah. Hatiku amat senang. Keluargaku juga bangga.... Sebab abangku dulu pernah ikut test, namun gagal. Setelah tiga tahun, saya dapat menamatkan pendidikan SMP dengan hasil cukup memuaskan.

Sekolah Menenah Umum atau SMA/SMU (1991-1995)

Pada tahun 1991, saya berniat melanjutkan pendidikan SMA di SMA (Katolik) Seminari Menengah, di kota Pematang Siantar, kota terbesar kedua setelah Medan di SUMUT. Selama masa SMA dari tahun 1991 –1995, pendidikanku berhasil memuaskan, bahkan selalu berada pada peringkat 5 besar umum dari tiga kelas angkatan saya. SMA (Katolik) Seminari Menengah Pematang Siantar adalah sekolah khusus SMA yang mempunyai program khusus di luar program pendidikan seperti SMA umum lainnya. Kekhususannya terletak pada pembentukan kepribadian dan pembinaan para calon pastor/ imam di Gereja Katolik. Jadi saya menyadari hal ini bahwa saya dididik sebagai calon pastor, meskipun dalam hati nurani bertentangan dengan pilihan saya. Namun dalam batinku, aku sebagai anggota umat Katolik, mau dan berhak mendapat ilmu dan pendidikan Katolik yang mutunya lebih baik dibangikan dengan sekolah-sekolah Katolik di luar itu.

Masa SMA saya jalani selama 4 tahun. Itu disebabkan karena Seminari tersebut adalah sekolah kusus bagi para calon pastor. Tahun pertama merupakan tahun percobaan dengan program pendidikan selain pendalaman pelajaran Bahasa Inggeris, Bahasa Latin, Pendidikan Disiplin dan Kepribadian, pendidikan rohani/ agama, tetapi juga pendalaman pendidikan dari SMP dan kegiatan Olah Raga

*****

Monday, April 17, 2006

Ungkapan Hati Mantan Frater (2)

Ungkapan Hati Mantan Frater (2)

Saya sedih membaca kesimpulan Yoseph Pati Mudaj dalam menanggapi “Ungkapan Hati Frater (1)” (Hidup Edisi 24 Januari 2005). Ia menyimpulkan kurang lebih bahwa para mantan yang mengungkapkan isi hatinya adalah persoalan antar oknum dan bukan dalam hubungannya dengan anggota komunitas biara/ seminari.

Namun saya coba memahami tanggapan tersebut dengan baik. Saya tidak tahu apakah anda (Yoeph P.M.) sedang memilih jalan hidup bakti/ biarawan atau jalan hidup awam. Mungkin anda perlu memahami lebih dalam lagi kenyataan yang sebenarnya.

Sebutan “OKNUM” oleh Yoseph Pati Mudaj merupakan pemojokan atau pe-redusir-an arti penting peran para mantan dalam Gereja terlepas dari aneka alasan yang menyebabkan mereka menjadi mantan atau gagal dalam biara/ seminari terlebih kepada mereka yang keluar karena “aib”.

Boleh-boleh saja orang mencap para mantan “gagal atau tidak berhasil berjuang” di dalam biara, namun yang jelas mereka yang mantan sudah menemukan jalannya yang benar atau kembali ke jalannya yang normal. Mereka merasa lebih baik memutuskan memilih jalan lain di luar biara daripada menjadi “virus pembusukan” di dalam biara/ seminari.

Ada beberapa pertanyaan reflektif yang penting diketahui: apakah dengan “gagalnya” para mantan di biara/ seminari berarti mereka seenaknya saja disebut oknum?; apakah dengan kegagalannya di dalam biara atau sukses/gagal di luar biara, mereka harus “diasingkan atau dibuang”?

Barangkali, lebih banyak lagi oknum (kalau sepakat pada sebutan yang sama) terselubung dan tertutupi oleh jubah indah serta ngotot mempertahankan diri dalam biara/ seminari karena “takut” memilih jalan lain(?) Yang lebih memprihatinkan lagi, berapa banyak oknum tersebut mengelabui dan mengecewakan banyak umat yang dilayaninya? Semoga ini menjadi perenungan bersama. Terima kasih.

Sekali lagi, tulisan ini tidak bermaksud menyinggung perasaan siapapun/ pihak mana pun, selain hanya sebagai ungkapan hati manta frater. Ada kata-kata bijak, hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dihidupi. Biarpun jalan hidup yang kita pilih berbeda, entah dengan menjadi awam atau dalam jajaran hidup bakti, namun semuanya baik dan indah. Mari kita bekerja bersama-sama dan memberi pengabdian sejati dalam menjadi garam dan terang dunia dan membangun Gereja tercinta.

Permadi Simbolon

UNGKAPAN HATI MANTAN FRATER, MASIH DIPANDANG SEBAGAI ASET GEREJA?

UNGKAPAN HATI MANTAN FRATER, MASIH DIPANDANG SEBAGAI ASET GEREJA?

Ketika saya sudah menjadi mantan frater, saya bertemu dengan teman-teman yang menjadi mantan room/ frater/ suster di ibukota, Jakarta. Pada umumnya mereka merasa “dibuang” atau dipandang sebelah mata oleh teman yang menjadi bagian dari hidup mereka ketika dulu masih bersama di dalam biara/ rumah. Saya terkejut dan prihatin, apakah mereke/ kami masih diakui eksistensi kami di Gereja? Bukankah kami bisa menjadi aset Gereja ketika berkarya di tengah masyarakat?

Tidak sedikit para mantan keluar dari rumah pendidikan atau biara secara baik-baik. Artinya mereka mengundurkan diri secara sopan. Dengan kata lain ‘permisi’ kepada pimpinannya, sebelum meninggalan “keromoannya, kefraterannya, kebruderannya, atau kesusterannya”.

Kami/ mereka seringkali dipandang sebelah mata ketika bertemu dengan para romo/ suster di paroki mereka berada. Kalau romonya sudah memandang dengan sebelah mata, biasanya umat juga memandang sebelah mata.

Lain lagi, kasus seorang teman yang sudah dua tahun menjadi mantan frater, dia mengaku tidak dianggap orang ketika ingin temu kangen dengan para teman seangkatan ketika masih di Seminari Tinggi. Malahan teman yang sudah menjadi romo, mengernyitkan kening/ dahi didatangi mantan temannya.

MEMANG, tidak semua teman, kongregasi, ordo, tareka yang memandang sebelah mata para “saudara” mereka yang sudah menjadi mantan. Ada satu tarekat sejauh saya tahu, yang measih memperhatikan atau masih menganggap anggotanya sebagai “saudara”. Tarekat tersebut, memberikan tawaran pekerjaan atau sutdi karena memiliki daya intelektual yang cukup, meskipun diketahui seseorang itu akan keluar dari tareka.

Perhatian tersebut menjadi kekuatan baru untuk bisa mengabdi Gereja dengan kembali menjadi “awam” di tengah umat. Mereka yang diperhatikan tersebut bisa berkarya dengan menjadi garam dan terang dunia, serta menjadi tokoh awam penting yang disegani dan dibutuhkan umat. Barangkali sebagai contah tak usah disebut di sini.

Para mantan/ kami di luar tareka tersebut, memang tidak meminta untuk dicarikan pekerjaan/ atau distudikan, mungkin karena memiliki kemampuan intelektual. Kami hanya mau dipandang sebagai orang, atau bagian dari Gereja. Sekurang-kurangnya dianggap sebagai orang yang masih bisa mengabdi Gereja dengan cara berbeda.

Barangkali, citra para mantan identik dengan skandal, kasus negatif, pembangkang dan parasit yang mengelabui mata para atau cara pandang para teman kami yang masih dalam biara atau di dalam hirarki terhadap semua mantan. Tetapi apakah semua para mantan menjadi mantan karena citra negatif tersebut? TIDAK. Kebanyakan para mantan mengaku bahwa ke-keluar-an mereka dari biara adalah karena sudah menemukan jalan yang tepat dan berdaasar atas suka rela dan bebas, dan tidak mau memaksa diri di dalam. Mereka tidak mau tertekan batin di dalam rumah lama mereka.

Setelah di luar, para mantan memang merasakan beratnya perjuangan memulai hidup baru. Ada yang luntang-lantung ke sana ke mari mencari pekerjaan. Bahkan ada yang diperlakukan tidak manusiawi ketika mencoba melamar pekerjaan. Namun, yang lebih pahit adalah ketika mereka ditolak oleh para “saudara” yang makan dan minum semeja dan tidur se rumah.

Perjalanan pahit tersebut menjadi cambuk dan menguatkan iman untuk mengabdi Gereja di tengah masyarakat. Namun, mereka sering kali mereka tidak dianggap lagi atau dipandang sebelah mata. Sebenarnya, bukankah para mantan bisa menjadi aset/ tokoh Gereja yang menjadi garam dan terang dunia dengan bekal pendidikan filsafat dan teologi serta pendidikan kepribadian yang diperolehnya?

Tulisan seorang mantan frater

Tuesday, April 11, 2006

Mencari Inspirasi Follow-Up

hari ini, Selasa, 11 April 2006

Inspirasi atau ilham untuk menulis suatu tema atau topik kadang sulit dicari atau didapat. Namun kalau kita menyediakan sedikit waktu untuk mengheningkan diri, membuka-buka buku, koran atau majalah maka inspirasi akan bermunculan.

Tiga hari yang lalu hingga hari ini kucoba mencari inspirasi, namun belum kutemukan. Tetapi pada hari ini kucoba mengheningkan diri sejenak dan membaca koran, buku dan majalah di kantorku ternyata inspirasi itu muncul.

Inspirasi itu perlu dicatat dan dengan diolah dengan segera agar tidak cepat lupa.

Segitu dulu catatan harianku hari ini.

Thursday, March 23, 2006

Hidup Ini Sementara

Hidup kita hanya sekali,
maka mari kita syukuri,
kita pergunakan sebaik-baiknya demi kemuliaan Sang Pencipta,
kita abdikan bagi masyarakat, keluarga, diri sendiri dan bangsa.

Jika kita tidak bersyukur,
maka kita tidak tahu berterima kasih kepada Sang Pencipta,
makna dan nilai hidup kita menjadi tidak manusiawi,
arah hidup kita tidak jelas....
hampa dan kacau....


Salam,
Pormadi Simbolon

Wednesday, March 22, 2006

Belajar Perancis

  • FRANÇAIS – CAMPUS 1
    Du Sept 04 au Fev 05

    1. Se présenter:
    Bonjour! Vous vous appelez comment?
    Je suis Roberto Blanco
    Je suis italien

    2. Dire si on comprend:
    Ici, c’est l’avenue des Champs-Élysées
    Je comprends le français
    Je ne comprends pas
    Il ne parle pas français

    3. Présenter une personne:
    Qui est-ce?
    C’est un étudiant?
    No, ce n’est pas un étudiant?
    C’est Luc Petit. Il est professeur de français.
    Vous connaissez …
    … un chanteur espagnol?
    … des chanteurs anglais?
    … une chanteuse italienne?
    … des chanteuses françaises?

    4. Nommer les choses/ pour préciser:
    Qu’est-ce que c’est?
    C’est un film ® un film de Hitchock ® le film “Les Oiseaux”
    C’est une rue ® une rue de Paris ® la rue de Rivoli
    Ce sont des amis ® des amis de Maria ® les amis espagnols de Maria
    Le livre …
    … de Pierre
    … du professeur (du=de+le)
    … de la comédienne
    … de l’étudiant
    … des étudiants

    4. Savoir vivre ®rencontre
    Salut!
    Salut!
    Ça va?
    Oui, Ça va … Salut! À bientôt!
    Au revoir!

    5. Masculin ou Féminin
    Masculin:
    Le soleil et les nuages
    Les arbres
    Les jours
    Les mois
    Les saisons
    Le langues

    Féminin:
    La lune et les étoiles
    Les fleurs
    Les îles (la Corse)
    Les sciences

    6. Donner des informations sur une personne:
    Vous connaissez Dominique Marie?
    Est-ce que vous …
    Quel est votre nom? Maríe
    Quel est votre prénom? Dominique
    Quelle rue vous habitez? 14, rue Sainte-Catherine – 69000, Lyon
    Quel est votre âge?/ Vous avez quel âge? J’ai 30 ans.
    Quelle est votre nationalité?
    Quelle est votre adresse?
    Quelle votre profession?
    Quel est votre numéro de téléphone?
    Quelle est votre situation de famille? Je suis célibataire/ fiancé (e)/ marié(e)
    Est-ce que vous avez des enfants?
    Quel est votre téléphone?

    7. Demander:
    Je voudrais un guide de Paris
    Je cherche un guide de Paris.
    Je voudrais visiter le musée le d’art moderne.

    8. La négation:
    Il y a une piscine dans l’hôtel?
    Vous avez des cartes postales?
    Non, je n’ai pas de cartes postales.
    Il n’y a pas de piscine.

    9. Exprimer ses préférence:
    Le nouveau livre de Paolo Coelho?
    J’aime bien/ j’aime beaucoup/ J’adore?
    Je deteste/ je n’aime pas beaucoup/ J’aime bien, mais je préfère … / Je n’aime pas du tout.
    Qu’est-ce que vous préférez: le footbal ou le basket? Le football/ le basket.

    10. Parler de son travail:
    Qu’est-ce que vous faites dans la vie? Je suis secrétaire
    Vous travaillez? Je travaille dans une bangue.
    Quelle est votre profession?
    Quel est votre métier?

    11. Parler de ses activités:
    Faire du sport
    Faire du football,
    Du vélo, du du tennis, du jogging
    Faire de la natation, de la gymnastique
    Faire de la musique, de la peinture
    Aller voir un film, une exposition

    12. Parler de son pays, de sa ville:
    Je m’appelle Wolfgang
    J’ai 20 ans. Je suis étudiant
    J’habite sur une île du pacifique, dans un petit village
    J’étudie l’environement

    13. La conjugaison des verbes:
    Je parle
    Tu parles
    Il/ elle/ on parle
    Nous parlons
    Vous parlez
    Ils/ Elles parlent

    14. Dire la date:
    Quand il va à Paris?
    Elle est née en quelle année?
    Quel mois?
    Quel jour?
    Quelle est la date de …?
    Quelle est votre date de naissance?
    Il est né… en 1975
    en juin (au mois de juin)
    le (lundi) 24 juin
    en été (en automne
    au XX e siécle

    15. Dire l’heure:
    Quelle heure est il?
    Il est (c’est) quelle heure?
    Il est huit heures (du matin)
    Il est…. 12 (midi)
    12.45 (une heure moins le quart)
    13.00 (une heure de l’aprés midi)
    18.00 (six heures du soir)

    16. Donner des informations sur un emploi du temps:
    Je pars pour Rome à 8 h 45/
    Je pars de Paris
    J’arrive à Rome à 10 h
    Je viens de France
    J’arrive de Paris.

    17. Proposer, accepter et refuser:
    * proposer: Vous voulez un café??
    Vous voulez venir chez moi?

    * accepter: Oui je peux venir. C’est possible.

    * refuser: Désolée, je suis trés occupée. Je dois travailler.
    Excusez-moi, je suis malade. Je dois aller chez médcin.

    18. Interroger, répondre/ proposition:
    Vous connaissez M. Jourdan?
    Est-ce que vous connaissez M. Jourdan?
    Connaissez-vous M. Jourdan?
    Patrick, connaît-il Julie?
    Ne connaissez-vous pas M. Jourdans?
    Patrick ne connaît-il pas M. Jourdan?
    Qui êtes-vous?
    Que faites-vous?
    Vous faites quoi?
    Quand…Où … comment partez-vous?
    * Vous aimez l’opéra? Oui
    Non
    Moi aussi
    Moi non plus et lui non plus.
    * Vous n’aimez pas la musique? Si
    Non

    19. Faire un programme d’activité:
    Le future Proche: aller + V. inf.
    Demain, je vais partir en vacances.
    En 2010, nous allons habiter à Tahiti.
    Le 3 Juillet, il va avoir 20 ans.

    20. S’orienter:
    Pardon, pour aller à ….?
    Nice, c’est loin? C’est à 30 km.
    C’est par là? C’est loin (de)/ pres (de)
    Aller tout droit ®
    Continuer jusqu’à la gare ®
    * Tourner à gauche/ à droite ¾¾­ ¾ ¯
    Prendre la deuxiéme rue à gauche. = ­ = ­
    Traverser: =I«I=
    Suivre la flèche (f, arrow)

    20. Situer:
    Sous, prép. Under * entre, between
    En face * devant
    Derrière, behind * à côte, di samping
    Nord-Sud; Ouest-Est ….) * autour de, di sekeliling

    21. Se loger:
    J’habite dans un appartement

    22. Exposition la possession:
    C’est le livre de Pierre
    C’est son livre
    Ce livre est à lui

    23. Connaître les rytmes de vie:
    se réveiller/ se lever
    se laver, faire sa toilette, prendre une douche, un bain/ s’habiller
    prendre son petit déjeuner/ se préparer
    partir au travail/ déjeuner
    travailler/ se promener
    faire des course, dîner/ se reposer
    se coucher/ avoir sommeil

    23. Donner un ordre:
    L’imperatif:
    - Prends ce livre! ne parle pas!
    - Prenons ce livre! ne prlons pas!
    - Prenez ce livre! ne parlez pas!

    Il faut (dari falloir = devoir) + il faut + V.inf & il faut + nom
    - Il faut un bon dictionaire
    - Il faut se lever tôt
    - Il faut être à l’heure


    24. LE PASSÉ COMPOSÉ

    Ê CAS GÉNERAL

    Formé: s + avoir + participe passé

    Ex.:
    1. Hier, j’ai regardé le fetival de musique.
    2. La semaine derniére, tu as téléphoné a ton amie.


    NB:
    V. Inf. regarder ® regardé
    chercher ® cherché
    téléphoner ® téléphoné
    prendre ® pris
    attendre ® attendu
    voir ® vu
    faire ® fait
    lire ® lu
    comprendre ® compris
    apprendre ® appris
    savoir ® su
    être ® été
    avoir ® eu
    finir ® fini

    La negation:
    (+) J’ai compris
    (-) Je n’ai pas compris
    (?) Est-ce que tu as compris?
    As-tu compris?
    Tu as compris?

    (+) J’ai regardé le festival de musique.
    (-) Je n’ai regardé pas le festival de musique.

    Ë AVEC DES VERBES DE MOUVEMENT (formé avec être)
    Il y a 14 verbes.
    1. aller
    2. arriver
    3. descendre
    4. entrer
    5. monter
    6. mourir
    7. naître
    8. partir
    9. passer
    10. rester
    11. retourner
    12. sortir
    13. tomber
    14. venir


    Formé:
    s + être + p. passé

    Ex.
    1. Pierre, il est parti pour Paris
    2. Patricia,elle est partie pour Paris.
    3. Pierre et Patricia, ils sont partis pour Paris.
    4. Patricia et Céline, elles sont parties pour Paris.

    NB:
    1. avec être ® verb p.passé disesuaikan dengan sujet dalam hal genus dan numeral.
    2. avec avoir ® p.passé tidak mengikuti sujet dalam hal genus dan numerus.



    Ì AVEC DES VERBES PRONOMINAUX: s + se + être + p.passé
    Ex.
    · Elle s’est levée à 5 h
    · Je me suis couché(e) à 22 h.

    24. Qu’est-ce que vous avez faites hier/ ce matin?
    Je me suis levé à 6 h
    J’ai pris le petit dejeuner à 6.30 h
    Je suis parti au travaille à 7 h.

    Contoh2 lain:
    Enfin nous sommes en Turqie. Quel beau pays!
    Nous sommes arrivés à Istanbul le 25.
    Nous avons visité la ville.
    Puis nous avons loué une voiture et

Hello semua, dear all, salut tout le monde, horasss

Hallo, semua, salut tout le monde, welcome, Horas...

Saya Pormadi Simbolon
Tinggal di Jakarta

Aku coba buat kisah hidup harianku sebagai bentuk curahan hati tentang hidup dan aneka persoalan hidup kemanusiaanku, eksistensiku... dan lain sebagainya.

my photos


A part of my family

A part of my family