Selamat Datang!

Salam Blog ini berisi pengalaman atau perjalanan dimana kami terlibat atau ikut serta ketika ada acara di kantor atau acara sekitar keluarga. Hanya berbagai saja, barang kali ada manfaatnya bagi pembaca. Trimakasih GBU

Sunday, February 07, 2010

Seminggu Menjelang Imlek

Hari itu Minggu, 7 Februari 2010. Saya dan istri ke rumah mertua (orang tua istriku) untuk merayakan sembayangan, yang biasa dilakukan semua orang Tionghoa 7 hari sebelum imlek. Saya bisa ikutan karena istriku berasal dari etnis Tiong hoa.


Berbagai persiapan sudah dilakukan Mama (mertuaku). Hio, abu dan wadahnya, berlembar-lembar uang kertas, aneka buah-buahan, makanan kue-kuean termasuk kue keranjang (dodol Cinta), dan aneka daging sudah siap di meja sembahyang di rumah mama. Semuanya untuk keperluan sembayangan Imlek.


Selanjutnya sembahyang dimulai. Masing-masing memegang hio sejumlah tiga buah. Tiap anggota keluarga harus melakukan sembahyang, dimulai dari yang tertua hingga yang termuda. Dimulai dari mama dan saudara yang paling tua hingga ke anak dan cucu dari mama. Hio dinyalakan, lalu dihadapan meja tempat sajian itu, kita berdoa sambil memegang dan menggoyang naik turun hio bernyala itu. Setelah itu para pria membakar uang kertas (bukan uang benaran, tetapi uang-uangan dari kertas dengan nilai besar) sebagai pemberian kegembiraan kepada para leluhur.


Indahnya Perbedaan
Saya sebagai orang Batak dan beragama Katolik, yang punyai istri dari etnis Tionghoa ikut merasakan suasana imlek alias tahun baru Cina yang ke 2561 ini. Menurut istri saya, arti sembahyang ini adalah suasana gembira dan bersyukur. Melalui sembahyang , kita bersama leluhur ikut bergembira seraya mohon doa agar di tahun baru nanti didoakan supaya mendapat rejeki dan kebahagiaan keluarga.


Saya memang belum memahami budaya mereka secara mendalam, namun perbedaan budaya ini membuat saya merasakan keindahan hidup bersama dalam keberbedaan. Saya bisa hidup bersama mereka tanpa kehilangan ke-batak-an dan kekatolikan saya.



Friday, February 05, 2010

Dinas Luar Ke Balikpapan, 10-12 September 2009

Saya sebagai peserta dari Jakarta , bersama panitia yaitu Aloma Sarumaha, Heru, Bu Tatik dan para pejabat Bimas Katolik (Dirjen, Drs Stef Agus, Direktur Pendidikan Agama Katolik, Drs. Natanael Sesa, M.Si dan Direktur Urusan Agama katolik, Drs. FX. Suharno) mengikuti Pertemuan forum konsultasi tokoh masyarakat Katolik sekeuskupan Agung Samarinda diselenggarakan pada di Hotel Grand Tiga Mulia, pada tanggal 10-12 September 2009, dan dihadiri oleh peserta yang berasal dari utusan dari Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Tanjung Selor, Keuskupan Banjarmasin, Keuskupan Palangkaraya, Departemen Agama RI Dirjen Bimas Katolik, Departemen Agama Pembimas Katolik Propinsi Kalimantan Timur, Departement Agama Pembimas Katolik Propinsi Kalimantan Tengah, dan Departement Agama Pembimas Katolik Propinsi Kalimantan Selatan.


Pertemuan ini terselenggarakan atas prakarsa Dirjen Bimas Katolik dengan Para Uskup Provinsi Gereja Samarinda.




Pada hari pertama, tanggal 10 September 2009, pertemuan diisi dengan kegiatan sebagai berikut: diawali dengan Pembukaan, Misa Pembukaan, Sambutan-Sambutan, Sambutan Uskup Agung Samarinda, Sambutan Gubernur Kalimantan Timur sekaligus membuka pertemuan secara resmi kemudian dilanjutkan dengan Keynote speech dari Dirjen Bimas Katolik.




Pada acara berikutnya ada masukan-Masukan Pimpinan Gereja Katolik yaitu dari Uskup Agung Samarinda, Uskup Tanjung Selor, Vicjen Keuskupan Palangkaraya, dan Vikjen Keuskupan Banjarmasin




Pada sesi berikutnya ada Panel Masukan Narasumber Daerah yaitu Gubernur Kalimantan Timur (asisten Gubernur Kaltim Drs. H. Awang Faroek Ishak) dan Dosen UNMUL/FIKIP : Drs. G. Simon Devung, M.Pd.




Selanjutnya ada Panel Informasi Lapangan (Pendidikan & Ekonomi) dari Wakil Keuskupan Banjarmasin, Wakil Keuskupan Palangkaraya, Wakil Keuskupan Agung Samarinda, dan Wakil Keuskupan Tanjung Selor




Untuk melengkapi masukan, kemudian Panel Narasumber Pusat menyampaikan mater-materi sesuai dengan bidangnya. Para tokoh dari pusat itu adalah: DR Cosmas Batubara, Mayjen TNI (Purn) Herman Musakabe, DR Yan Riberu dan Frans Meak Parera.Saya mendapatkan begitu banyak pengalaman dan pengetahuan dari para pimpinan Gereja, Pemerintahan, para pakar dan semua yang terlibat di dalamnya
.

Thursday, February 04, 2010

Di Tanah Rantau, Jangan Lupa Berdoa Nak!

Ketika aku hendak memulai merantau ke tanah Jawa, Ibuku hanya berpesan "Di tanah rantau, jangan lupa berdoa ya Nak!" Pesan itu disampaikan sekalian memberi sejumlah uang untuk menjadi ongkos dan bekal di perjalananku. Akhirnya saya bersama beberapa orang teman saya berangkat ke Malang, Jawa Timur, naik Bis dari Medan menuju Pulau Jawa.


Pesan itu selalu saya ingat. Di dalam perjalanan, saya berdoa agar selamat di perjalanan. Ketika hendak makan, sebelum tertidur, sesudah bangun, aku juga tidak lupa berdoa. Siang dan malam di perjalanan aku berdoa. Karena doa kami merasakan keselamatan di perkalanan.


Pada akhirnya, kami ada 6 orang sampai di kota Malang, dan pada akhirnya sampai di Batu, kota dingin dan sejuk. Tiga orang cewek dan tiga orang cowok. Tujuan kami adalah untuk sekolah, para pria mau menjalani pendidikan calon imam atau pastor, sementara tiga orang cewek itu bercita-cita mau menjadi suster.


Pesan supaya berdoa tersebut menjadi bekal saya dalam perjalanan. Pesan itu cuma sederhana. Namun mempunyai makna. Pesan supaya berdoa menandakan harapan dan cita-cita kita digantungkan kepada Yang Maha Tinggi/ Sang Ada yang Tertinggi. Dengan doa semua masalah hidup dijalani dalam kekuatan dan rahmat ilahi. Dengan doa, orang tua menyerahkan dan memasrahkan seluruh hidup keluarga dan anak-anaknya yang merantau.


Meskipun demikian, kami berenam tidak semuanya bisa sampai pada cita-cita menjadi Pastor atau Imam Katolik. Yang jadi Imam tinggal 1 orang. Sedangkan yang bertahan dan menjadi suster hanya 1 orang. Kata Paulus, banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.


Saya sendiri hampir menjadi imam, namun karena dalam doaku, aku tidak yakin mampu menjalani panggilan hidup menjadi seorang imam, akhirnya aku menjadi umat biasa, kembali ke jalan normal/ biasa seperti umat lainnya. Namun, akhirnya saya menyadari kekuatan doa membuat kita yakin menjalani hidup, entah apapun jadinya kita pada akhirnya. Dengan doa, kita hidup lebih hidup dan penuh harapan. Apakah makna doa bagi anda?


my photos


A part of my family

A part of my family